Jakarta | Jamkrindo
Pakar ekonomi politik Ichsanuddin Noorsy melihat masih banyak yang perlu diperbaiki dalam draf RUU Penjaminan yang akan segera disetujui menjadi RUU usul inisiatif DPR RI. Salah satunya adalah harus diantisipasinya asing yang bisa saja masuk menguasai industri penjaminan dalam negeri.
"Saya melihat kelemahan itu pada aspek filosofis, yuridis, maupun substansi," kata Ichsanuddin Noorsy pada diskusi "Forum Legislasi" di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, baru-baru ini (09/06/2015).
Menurut Noorsy, Badan Legislasi DPR RI yang sedang melakukan harmonisasi RUU Penjaminan hendaknya melakukan beberapa perubahan baik redaksi maupun subtansi. Salah satunya adalah agar RUU Penjaminan mengutamakan memberdayakan usaha mikro kecil dan menegah koperasi (UMKMK) yang sudah terbukti mampu bertahan pada saat Indonesia menghadapi krisis ekonomi.
"Saya melihat ada empat persoalan yang dihadapi UMKMK yakni pembiayaan, manajemen, pemasaran, dan inovasi. Kalau RUU Penjaminan ini hanya mengakomdasi penjaminan pembiayaan, belum menyelesaikan seluruh persoalan UMKMK," katanya.
Noorsy juga melihat, dalam RUU Penjaminan tersebut mengatur soal pembiayaan dari lembaga asing maupun perorangan hingga mencapai 49%. Dia berharap, akan lebih baik jika pembiayaan UMKMK dari perbankan nasional dan bukan dari lembaga asing.
Apalagi Noorsy juga melihat, UMKMK di Indonesia berdiri sendiri tidak terkait dengan industri besar. "Jika kondisinya terus seperti ini, maka UMKMK di Indonesia sulit menjadi besar. Apalagi Indonesia sudah memasuki pasar bebas ASEAN pada akhir tahun 2015," katanya.
Noorsy menjelaskan UMKMK di Malaysia, Singapura, dan Thailand, sudah kuat sehingga sudah siap menghadapi pasar bebas ASEAN.
Dia berharap, RUU Penjaminan yang akan segera dibahas di DPR RI dapat melindungi pelaku UMKMK pada saat setelah diberlakukannya pasar bebas ASEAN.
Bantu UKM
Sementara itu, Anggota Badan Legislatif (Baleg) DPR, M Misbakhun mengungkapkan RUU Penjamin yang kini sedang digodok di Baleg masih mencari pola yang tepat untuk membantu agar 50 ribuan usaha kecil dan menengah (UKM) di Indonesia mudah dapat modal.
“Selama ini usaha kecil dan menengah ini sulit untuk mendapat bantuan modal mengembangkan usahanya. Pemikiran agar usaha kecil dan menengah berkembang, maka dari Fraksi Partai Gokar mengajukan inisiatif RUU Penjamin ini,” katanya.
Menurut Misbakhun, RUU ini masuk dalam prioritas penyelesaian 2015.
“Hari ini saja masih mengundang beberapa instansi terkait untuk menyinkronkan pasal di UU sehingga UMKM(Usaha Mikro Kecil dan Menengah) bisa terbantu dalam peranannya membangkitkan ekonomi nasional,” ucapnya.
RUU Penjamin sangat diperlukan karena selama ini terbukti UMKM bertahan tidak tergoyah walaupun terjadi resesi ekonomi. Bahkan tenaga kerjanya tidak terpengaruh PHK.
“Jika RUU ini menjadi UU, maka pertama UU ini dari hasil Baleg DPR periode 2014-2015,” ujarnya.
Dalam RUU ini juga nanti peran daerah akan digalakkan untuk membantu UMKM berkembang dengan dimasukkan di Penjaminan Daerah, baik provinsi, kabupaten atau kota.
“Dana untuk UMKM itu dialokasikan melalui APBD sehingga mudah mendapatkan dana,” tegasnya.
7 Alasan Penting
Sebelumnya Fraksi Golkar menyatakan terdapat tujuh alasan bagi Fraksi Partai Golkar dalam mengajukan RUU Penjaminan sebagai prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2015. Ketua Fraksi Partai Golkar Ade Komarudin mengatakan, ketujuh alasan tersebut dipercaya sebagai solusi dalam pemberdayaan UMKMK.
“Selain sebagai pemberdayaan UMKMK, UU Penjaminan juga merupakan bentuk perhatian dan akses dalam pengembangan UMKMK,” kata Ade di DPR akhir Februari lalu.
Ketujuh alasan tersebut adalah keberadaan UU Penjaminan dipercaya dapat memperkuat dasar hukum pelaksanaan dari kegiatan penjaminan selama ini. Kedua, keberadaan UU tersebut dipercaya dapat menyeimbangkan industri penjaminan dengan industri lainnya, sehingga terjadi persaingan usaha yang sehat.
“Dan pada akhirnya menguntungkan bagi rakyat, khususnya UMKMK,” katanya.
Ketiga, keberadaan UU ini dapat mendorong inklusifitas keuangan, literasi dan edukasi keuangan. Lalu, UU ini juga dapat menimbulkan multiplier effect dalam berbagai kegiatan ekonomi dan meningkatkan perolehan pajak negara serta dividen. Keberadaan UU ini juga dipercaya dapat memberikan jaminan kepastian kepada lembaga pembiayaan apabila terjadi risiko pembiayaan.
Kemudian, UU ini juga dipercaya dapat meningkatkan pembiayaan di sektor-sektor strategis sekonomi domestik melalui pengurangan kesenjangan antara kepentingan lembaga pembiayaan dengan lembaga penjaminan. Sedangkan yang terakhir, UU ini dapat mengintegrasikan seluruh peraturan yang selama ini mengatur mengenai penjaminan.
Ia melihat, keberhasilan proogram Kredit Usaha Rakyat (KUR) beberapa waktu lalu bukanlah keberhasilan dari mekanisme asuransi. Tetapi, keberhasilan dari mekanisme penjaminan. Hal tersebut dikarenakan sifat dari program KUR tersebut yang berpihak kepada rakyat (pro poor), kesejahteraan (pro growth) dan penciptaan lapangan kerja (pro job).
Menurutnya, dengan adanya UU Penjaminan, akses pembiayaan dalam pengembangan usaha ke depan dapat berdampak luas, tak hanya kepada UMKMK saja. Ke depan, akses penjaminan diharapkan dapat juga mengembangkan sektor-sektor ekonomi lain seperti, pertanian, perikanan, infrastruktur dan perumahan yang selama ini belum tersentuh secara menyeluruh oleh perbankan.
Anggota Komisi XI M Misbakhun menambahkan, penjaminan ke depannya bisa mendongkrak peran intermediasi perbankan baik secara konvensional maupun syariah. Selain membantu UMKMK dalam mengakses pembiayaan, kegiatan penjaminan juga nantinya dapat membantu jasa konsultasi dan jasa manajemen UMKMK.
“Selain mendongkrak peran intermediasi perbankan, kegiatan penjaminan juga dapat menumbuhkan lembaga-lembaga keuangan non bank di tanah air,” kata politisi Partai Golkar ini.
Dalam struktur perekonomian Indonesia, UMKMK memiliki potensi yang besar, yakni sekitar 57,9 juta unit usaha pada tahun 2013. Mayoritas aktifitas UMKMK adalah petani, nelayan, peternak, penambang, pengrajin, pedagang dan penyedia berbagai jasa bagi rakyat.
Namun sayangnya, meski memiliki jumlah unit usaha yang besar, tapi masih terdapat calon UMKMK yang belum memperoleh akses permodalan kepada perbankan. Dari angka 57,9 juta unit usaha, baru sekitar 39,18 persen atau 22,15 juta yang memperoleh fasilitas kredit dari perbankan. Sedangkan sisanya, sebanyak 34,38 juta unit belum mendapat akses permodalan dari perbankan.
“Faktor permodalan usaha merupakan faktor yang sangat signifikan dalam mendorong pemberdayaan UMKMK,” kata Misbakhun.
RUU Penjaminan ini masuk dalam Prolegnas prioritas tahun 2015 yang telah diketok DPR. RUU ini merupakan usulan dari Fraksi Partai Golkar. Untuk diketahui, pengajuan RUU ini masuk dalam Prolegnas bukan hanya terjadi pada tahun ini saja. Sebelumnya, pada tahun 2006 pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan UKM serta Kementerian Keuangan telah mengajukan naskah akademis dan RUU terkait Penjaminan.
Namun, RUU tersebut gagal masuk Prolegnas di DPR. Lalu, pada tahun 2011, Kementerian Keuangan dengam melibatkan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Koperasi dan UKM serta Bank Indonesia kembali mengajukan naskah akademis dan RUU tentang Usaha Penjaminan. Lagi-lagi, RUU tersebut belum bisa masuk Prolegnas di DPR. Kali ini, RUU Penjaminan telah masuk ke Prolegnas di DPR, bahkan prioritas tahun 2015.
“Kami berharap RUU Penjaminan pada tahun 2015 ini dapat segera diselesaikan mengingat RUU Penjaminan merupakan produk yang ditunggu pemerintah dan masyarakat, karena sifatnya yang pro rakyat dan memajukan perekonomian nasional,” tutup Ade. (antara/hukum online/sp.beritasatu.com)