Nusa Dua | Delegasi lembaga penjaminan kredit dari 11 negara anggota Asian Credit Supplementation Institution Confederation (ASCIS) berkumpul di Bali 16-20 November 2015 dalam agenda 28th ACSIC Conference. Salah satu hasil yang disepekati adalah masuknya negara baru Mongolia sebagai anggota ACSIC.
Chief Delegates Meeting memutuskan menerima satu negara sebagai anggota baru ACSIC, yaitu Mongolia. Sehingga total anggota bertambah menjadi 12 negara yaitu Indonesia, Jepang, China, Korea Selatan, Thailand, Taiwan, Philipina, Malaysia, Singapura, India, Nepal dan Mongolia.
Ketua Asippindo Diding S. Anwar yang bertindak sebagai Chief Delegates dalam konferensi tersebut menjelaskan, jumlah perusahaan penjaminan yang masuk anggota ACSIC tidak dibatasi per negara. Satu negara boleh memasukkan berapa saja. Asal otoritas keuangan negara yang bersangkutan merekomendasikan.
Tahun depan giliran Thailand yang akan menjadi tuan rumah The 29th ACSIC Conference. Kemudian tahun 2017 konferensi ini bakal digelar di Filipina. Sebagai anggota ACSIC, perusahaan penjaminan di Indonesia yang seluruhnya tergabung dalam Asippindo bisa mengikuti agenda tahunan tersebut.
Di hadapan para anggota delegasi ACSIC Conference, Diding mengungkapkan fakta bahwa 99 persen pelaku usaha di Indonesia adalah usaha mikro kecil menengah (UMKM) dan koperasi. Segmen usaha ini secara signifikan berkontribusi menyediakan pekerjaan di dalam negeri.
”Mereka sebenarnya tulang punggung dari perekonomian Indonesia,” jelas Diding yang juga menjabat sebagai Direktur Utama Perusahaan Umum Jaminan Kredit Indonesia (Perum Jamkrindo).
Namun, lanjutnya, hanya 18 persen dari mereka yang memiliki akses pada bank atau lembaga keuangan. Hal ini tidak berarti bahwa 82 persen dari mereka tidak mampu membayar pinjaman. Mereka memiliki bisnis yang sehat dan menjalankan bisnis dengan baik, menguntungkan, dan mampu membayar pinjaman.
”Masalahnya adalah karena mereka tidak memiliki agunan,” tegas Diding. Oleh karena itu, bank dan lembaga keuangan lainnya belum mampu memberikan pinjaman untuk memperluas bisnis UMKM dan koperasi ini.
Kesulitan akses mendapatkan dana eksternal bukanlah satu-satunya penghalang mereka. Beberapa masalah lain juga menghadang seperti kurangnya pengetahuan dalam pemasaran dan minim keterampilan dalam manajemen keuangan. Rendahnya kesadaran presentasi produk, serta kurangnya informasi dalam jalur distribusi termasuk ekspor impor.
Karena itulah, sebagaimana diamanatkan oleh undang-undang, perusahaan penjaminan di Indonesia memiliki dua tugas utama. Yaitu memberikan jaminan pada UMKM dan koperasi yang layak tetapi tidak bankable. Dan memberikan konsultasi manajemen supaya mereka dapat menjalankan bisnis dengan baik serta mengembangkannya.
Menurut Diding, perusahaan penjaminan di Indonesia juga perlu mempelajari praktik dan pengalaman terbaik dari negara lain dalam membina UMKM dan koperasi. ACSIC Conference ini merupakan ajang yang tepat untuk berbagi ilmu dan pengalaman.
Misalnya bagaimana praktik pemeringkatan UKM yang dijalankan oleh KODIT Korea, pemeringkatan UKM untuk kelayakan kredit oleh NSIC India, dan Confidi Italia.
”Saya percaya bahwa konferensi dan seminar tahunan ini adalah jalan yang sangat baik untuk mempelajari semua pendekatan dan strategi terbaik dan kemudian menerapkannya di negara masing-masing dengan beberapa penyesuaian,” kata Diding. (*tim/ndry)
Chief Delegates Meeting memutuskan menerima satu negara sebagai anggota baru ACSIC, yaitu Mongolia. Sehingga total anggota bertambah menjadi 12 negara yaitu Indonesia, Jepang, China, Korea Selatan, Thailand, Taiwan, Philipina, Malaysia, Singapura, India, Nepal dan Mongolia.
Ketua Asippindo Diding S. Anwar yang bertindak sebagai Chief Delegates dalam konferensi tersebut menjelaskan, jumlah perusahaan penjaminan yang masuk anggota ACSIC tidak dibatasi per negara. Satu negara boleh memasukkan berapa saja. Asal otoritas keuangan negara yang bersangkutan merekomendasikan.
Tahun depan giliran Thailand yang akan menjadi tuan rumah The 29th ACSIC Conference. Kemudian tahun 2017 konferensi ini bakal digelar di Filipina. Sebagai anggota ACSIC, perusahaan penjaminan di Indonesia yang seluruhnya tergabung dalam Asippindo bisa mengikuti agenda tahunan tersebut.
Di hadapan para anggota delegasi ACSIC Conference, Diding mengungkapkan fakta bahwa 99 persen pelaku usaha di Indonesia adalah usaha mikro kecil menengah (UMKM) dan koperasi. Segmen usaha ini secara signifikan berkontribusi menyediakan pekerjaan di dalam negeri.
”Mereka sebenarnya tulang punggung dari perekonomian Indonesia,” jelas Diding yang juga menjabat sebagai Direktur Utama Perusahaan Umum Jaminan Kredit Indonesia (Perum Jamkrindo).
Namun, lanjutnya, hanya 18 persen dari mereka yang memiliki akses pada bank atau lembaga keuangan. Hal ini tidak berarti bahwa 82 persen dari mereka tidak mampu membayar pinjaman. Mereka memiliki bisnis yang sehat dan menjalankan bisnis dengan baik, menguntungkan, dan mampu membayar pinjaman.
”Masalahnya adalah karena mereka tidak memiliki agunan,” tegas Diding. Oleh karena itu, bank dan lembaga keuangan lainnya belum mampu memberikan pinjaman untuk memperluas bisnis UMKM dan koperasi ini.
Kesulitan akses mendapatkan dana eksternal bukanlah satu-satunya penghalang mereka. Beberapa masalah lain juga menghadang seperti kurangnya pengetahuan dalam pemasaran dan minim keterampilan dalam manajemen keuangan. Rendahnya kesadaran presentasi produk, serta kurangnya informasi dalam jalur distribusi termasuk ekspor impor.
Karena itulah, sebagaimana diamanatkan oleh undang-undang, perusahaan penjaminan di Indonesia memiliki dua tugas utama. Yaitu memberikan jaminan pada UMKM dan koperasi yang layak tetapi tidak bankable. Dan memberikan konsultasi manajemen supaya mereka dapat menjalankan bisnis dengan baik serta mengembangkannya.
Menurut Diding, perusahaan penjaminan di Indonesia juga perlu mempelajari praktik dan pengalaman terbaik dari negara lain dalam membina UMKM dan koperasi. ACSIC Conference ini merupakan ajang yang tepat untuk berbagi ilmu dan pengalaman.
Misalnya bagaimana praktik pemeringkatan UKM yang dijalankan oleh KODIT Korea, pemeringkatan UKM untuk kelayakan kredit oleh NSIC India, dan Confidi Italia.
”Saya percaya bahwa konferensi dan seminar tahunan ini adalah jalan yang sangat baik untuk mempelajari semua pendekatan dan strategi terbaik dan kemudian menerapkannya di negara masing-masing dengan beberapa penyesuaian,” kata Diding. (*tim/ndry)