Jakarta | Kementerian Badan Usaha Milik Negara menyatakan bahwa Uundang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN memang harus diperbaiki sehingga sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945 khususnya Pasal 33.
"Regulasi BUMN itu memang harus diperbaiki dan diarahkan sesuai amanat dalam UUD 1945 sebagai usaha untuk menciptakan kesejahteraan seluruh masyarakat Indonesia," kata Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno di Jakarta, Rabu.
Fajar mengemukakan hal itu menanggapi pernyataan bahwa perusahaan-perusahaan pelat merah belum mendapatkan porsi konstitusional yang tepat sebagai unit usaha negara yang dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran seluruh rakyat Indonesia.
Akan tetapi, menurut Fajar, BUMN tetap tidak bisa diarahkan pada penguasaan seluruhnya terhadap kekayaan alam Indonesia karena tidak semua komoditas termasuk dalam hajat hidup orang banyak.
"Tidak harus ada kewajiban itu, nanti malah seperti monopoli, jadi jangan disamaratakan BUMN yang memang mengurusi hajat hidup orang banyak dan yang semestinya bisa bersaing," ujar dia.
Fajar menuturkan, BUMN yang berhak melakukan monopoli adalah yang mengurusi hajat hidup orang banyak seperti PT PLN, Bulog, PDAM, dan bidang Migas. Sedangkan untuk mineral, dia menegaskan komoditas tersebut bebas dikelola siapa saja.
"Hal tersebut karena bidang mineral dan batu bara tidak langsung berdampak pada hajat hidup banyak orang, itu untuk sebagian," ujarnya.
Sebelumnya, ahli hukum tata negara Irmanputra Sidin menilai badan usaha milik negara belum mendapatkan porsi konstitusional yang tepat sebagai unit usaha negara.
"UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN langsung memberikan penekanan bahwa BUMN merupakan salah satu pelaku kegiatan ekonomi berdasarkan demokrasi ekonomi, ini kurang tepat," kata Irman di Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Selasa (15/3).
Menurutnya, undang-undang tersebut secara tanpa sadar telah mendegradasi BUMN yang sesungguhnya ialah unit usaha atas nama kedaulatan rakyat dan representasi negara sehingga kedudukannya sama dengan swasta baik domestik maupun asing.
"Demokrasi ekonomi tersebut secara halus ialah bentuk kompromis dan ketidakberdayaan negara terhadap kekuatan pasar bebas," katanya.
Irman menambahkan, konstitusi mengamanatkan bahwa bumi, air serta kekayaan yang ada di dalamnya mutlak dikuasai negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, hal inilah sesungguhnya rahim kelahiran BUMN yang dibentuk untuk tujuan negara memakmurkan rakyatnya.
"Harus disadari, BUMN bukan lahir dari demokrasi ekonomi, apalagi tunduk pada keinginan pasar bebas, hal demikian yang membuat BUMN tak ubahnya unit usaha swasta demi kepentingan swasta, bagaimana mungkin unit usaha kuasa negara harus berebutan objek usaha dengan swasta. Padahal jelas objek itu termasuk cabang produksi kekuasaan negara," tuturnya. (sumber: antaranews.com)