Pangan adalah isu yang sangat menarik untuk dibahas, karena seringkali isu ini memiliki banyak keterkaitan dan dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, baik dari sisi politik, ekonomi, sosial dan budaya. Mengingat besarnya porsi pendapatan masyarakat yang dihabiskan untuk konsumsi pangan, kenaikan harga bahan pangan di tingkat masyarakat dapat memberi dampak yang besar tidak saja pada kaum kurang mampu, tetapi juga pada upaya pemerintah untuk menjaga kestabilan ekonomi dan tentunya mewujudkan ketahanan pangan.
Berdasarkan data Global Food Security Index (GFSI) yang dikeluarkan oleh TheEconomist Intelligence Unittahun 2014, Indonesia berada di posisi ke-72 yang masuk dalam kategori ketahanan pangan agak lemah. Sebagai negara dengan jumlah penduduk mendekati Amerika Serikat, maka seharusnya Indonesia memiliki cadangan pangan hampir sama dengan Amerika Serikat yang menempati posisi ke-1. Belum lagi kita memperhitungkan kondisi Indonesia yang berada di daerah rawan bencana maka kondisi ini dapat dinilai cukup beresiko.
Pemerintah tentunya melakukan beberapa langkah strategis guna mengatasi dan mengantisipasi beberapa permasalahan pangan yang strategis, misalnya dari sisi supply seperti gejolak produksi yang melimpah saat panen raya dan defisit saat paceklik, pembiayaan dalam produksi pangan dimana kredit dari perbankan sulit diakses oleh petani, dan kendala infrastruktur dan distribusi. Sedangkan dari sisi demand, seperti disparitas tingkat pendapatan yang semakin meningkat, semakin beragamnya permintaan dan harga yang sangat berfluktuatif.
Untuk mewujudkan kebijakan ekonomi makro yang efektif tentunya harus ditunjang oleh kebijakan di berbagai sektor terkait, termasuk sektor pangan dan perdagangan, dan Sistem Resi Gudang atau dikenal dengan SRG lahir sebagai suatu inovasi untuk mengatasi berbagai tantangan tersebut. Penerapan SRG di berbagai negara ternyata tidak hanya berdampak pada persoalan pangan, tetapi juga penguatan dan stabilitas ekonomi.
Untuk itu, mewujudkan ketahanan pangan tentulah menjadi tugas kita bersama baik pemerintah maupun swasta, melibatkan berbagai sektor mulai dari hulu dimana budidaya pertanian dilakukan hingga ke hilir dimana komoditi pangan hasil pertanian disimpan untuk kemudian dipasarkan ke berbagai wilayah. Di sinilah, diperlukan adanya suatu skema yang dapat menjadi instrumen logistik dan distribusi sekaligus memberikan pemberdayaan kepada para petani selaku produsen yang selama ini sering kali termarginalkan. Petani sebagai produsen utama komoditi pangan harus terus memiliki motivasi dan sumber daya untuk terus menghasilkan komoditi pertanian khususnya tanaman pangan yang memenuhi skala kuantitas dan kualitas guna memenuhi kebutuhan dalam negeri sehingga tercipta kemandirian pangan. Lebih jauh lagi, produk pangan yang dihasilkan juga harus memiliki nilai tambah sehingga dapat bersaing di pasar regional maupun global.
Pemerintah berkepentingan mengembangkan Sistem Resi Gudang di daerah, karena fluktuasi harga komoditi pangan berkontribusi signifikan terhadap tingkat inflasi daerah dan tingkat inflasi yang terjadi di daerah akan menentukan seberapa besar tingkat inflasi secara nasional. Implementasi Sistem Resi Gudang secara nasional dapat membantu pemerintah dalam mengendalikan ketersediaan dan kelancaran distribusi komoditi pangan, sehingga tingkat inflasi dapat ditekan.
Di lain sisi, pintu perdagangan antar negara ASEAN semakin terbuka lebar sejak diterapkannya Masyarakat Ekonomi ASEAN pada Desember 2015. Hal ini mengharuskan Indonesia mempersiapkan diri menghadapi berbagai laju transaksi barang dan jasa di kawasan Asia Tenggara yang semakin ramai dan meningkat. Kondisi ini tentunya tidak hanya merupakan ancaman melainkan juga memberikan harapan dan peluang untuk mempercepat laju pertumbuhan perekonomian Indonesia. Oleh karena itu, upaya meningkatkan kualitas produk maupun komoditas dalam negeri harus terus dilakukan melalui penciptaan suatu instrumen pembiayaan perdagangan yang dapat dengan mudah dimanfaatkan oleh para pelaku usaha baik UKM maupun pabrikan untuk menambah cash-flow sehingga tetap mampu meningkatkan nilai tambah terhadap produk yang dihasilkan walaupun modal yang dimiliki terbatas. Sistem Resi Gudang ternyata juga mampu menjadi solusi yang efektif untuk menjawab permasalahan tersebut.
Perlu kami sampaikan melalui Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2011, Indonesia memiliki instrumen perdagangandankeuangan baru yang memberikan pilihan bagi Petani, UKM maupun pelaku usaha lainnya untuk memperoleh pembiayaan dari lembaga keuangan dengan agunan hanya Resi Gudang. SRG mereposisikan kembali komoditas pertanian sebagai suatu barang yang memiliki nilai ekonomis dan layak dipergunakan sebagai jaminanguna memperoleh pembiayaan dari lembaga keuangan tanpa diperlukan jaminan lainnya seperti fixed asset (tanah, rumah, kendaraan bermotor, dan sebagainya).
Instrumen ini merupakan komitmen pemerintah guna memberdayakan petanimaupun UKM kita yang kurangmemiliki posisi tawar dan terbatasnya pilihan selain menjual hasil budidayanya pada saat panen rayadengan harga yang umumnya sedangberada pada titik terendah, bahkan tidak jarang petani kita melakukan penjualan sebelum panen.
Perlu kami tekankan bahwa SRG memiliki peran lebih dari sekedar tunda jual dan pembiayaan. SRG mampu menjaga harga tidak jatuh (stabil), memutus rantai pasok pedagang yang panjang, dan menjadikan pemenuhan standar mutu menjadi suatu kebutuhan. Melalui SRG, pemenuhan komoditas pangan yang berkualitas dengan harga yang terjangkau di tingkat masyarakat dan keuntungan di tingkat petani dapat terwujud, over supplyatas hasil panen dan defisit komoditas dapat dikelola dengan baik. Selain itu, dengan adanya Sistem Informasi pada SRG, ketersediaan data dan sebaran stok cadangan komoditas menjadi akurat dan tidak diragukan validitasnya. Melalui Sistem Informasi ini, pemerintah dapat mengambil kebijakan yang tepat terkait dengan penyebaran dan penyediaan bahan pangan di daerah-daerah dalam menciptakan kedaulatan pangan nasional.
Sejak mulai dilaksanakan pada tahun 2008, Sistem Resi Gudang terus mengalami pertumbuhan. Daerah pelaksanaan yang awalnya dilakukan di Kab. Indramayu dan Kab. Jombang semakin meluas, saat ini telah meliputi 72 kabupaten/kota yang tersebar di 20 propinsi. Secara kumulatif, jumlah Resi Gudang yang telah diterbitkan sampai dengan 31 Mei 2016 adalah sebanyak 2.287 resi dengan total volume 84.987,5 ton terdiri dari Gabah 70.815 ton, Beras 7.361 ton, Jagung 5.589 ton, Kopi 631 ton, Kakao 3,14 ton, Rumput Laut 555 ton, dan Rotan 31 ton. Total nilai Resi yang diterbitkan mencapai Rp. 474,8 milyar. Namun demikian, potensi volume hasil panen petani secara nasional masih cukup besar, sehingga volume komoditi yang disimpan dalam gudang SRG masih perlu ditingkatkan agar dapat menjadi tolak ukur pemerintah dalam memperhitungkan stok pangan nasional.
Sebagai instrumen pembiayaan, kehadiran Sistem Resi Gudang juga telah memberikan manfaat nyata kepada para pelaku usaha terutama petani, kelompok tani, gapoktan maupun koperasi melalui pembiayaan Skema Subsidi Resi Gudang (S-SRG) dengan bunga 6 % per-tahun atau 0,5 % perbulan. Pembiayaan Resi Gudang telah dilakukan oleh lembaga keuangan bank seperti BRI, Bank BJB, Bank Jatim, Bank Kalsel, Bank Jateng, Bank Lampung, BPRS Bina Amanah Satria Purwokerto, maupun Lembaga Keuangan Non-Bank yaitu PKBL PT Kliring Berjangka Indonesia (Persero) dan LPDB Kementerian KUKM. Nilai total pembiayaan yang telah diberikan sampai 31 Mei 2016 sebesar Rp. 281,6 milyar atau rata-rata 70 % dari nilai Resi Gudang yang diagunkan.
Sebagai suatu sistem yang memiliki peran dan fungsi yang sangat strategis, upayapelaksanaanSRG tidak lantas berjalan tanpa tantangan. Tantangan yang paling penting adalah menjaga integritas SRGdi mata masyarakat, pelaku usaha maupun lembaga keuangan. Belum terselenggaranya mekanisme jaminan yang mencakup seluruh potensi kerugian dalam pelaksanaan SRGmenjadi batu sandungan tersendiri bagi SRG guna menciptakan iklim usaha yang kondusif dan kompetitif. Untuk mengatasi tantangan tersebut dan wujud nyata komitmen Pemerintah dalam menjaga integritas pelaksanaan SRG, Pemerintah telah membuat regulasi yang diharapkan dapat memberikan kepastian hukum, perlindungan bagi para pemangku kepentingan serta mendorong tumbuhnya peluang dan iklim usaha yang sehat bagi pelaku usaha yang pada gilirannya akan menciptakan sebuah sistem yang dapat dipercaya oleh pelaku SRG maupun lembaga keuangan.
Regulasi tersebut telah dituangkandalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2016 tentang Lembaga Pelaksana Penjaminan Sistem Resi Gudang dimana Perum Jamkrindo ditetapkan sebagai lembaga Pelaksana Penjaminan tersebut. Dengan demikian, maka Perum Jamkrindo akan bertugas mengelola Dana Jaminan yang melindungi pemilik barang maupun lembaga pembiayaan dari resiko yang dapat terjadi akibat wanprestasi atau ketidakmampuan Pengelola Gudang menjalankan kewajiban dan tanggung jawabnya dalam menjaga kualitas dan kuantitas barang sebagaimana tertera pada Resi Gudang.
Kedepan kami berharap, dengan adanya Lembaga Pelaksana Penjaminan Sistem Resi Gudang, petani dan para pelaku usaha lainnya menjadi lebih yakin dan merasa aman untuk memanfaatkan SRG, lembaga keuangan tidak lagi ragu dalam memberikan pembiayaan SRG sehingga dapat menggerakkan roda perekonomian di daerah yang akan berdampak secara nasional.
Kami mengajak berbagai pihak, baik petani, UKM, pedagang, pabrikan, eksportir, BUMN/BUMD, lembaga keuangan, asuransi, asosiasi, akademisiserta pemerintah pusat dan daerah untuk secara optimal dapatbekerjasama dan sinergi guna menjadikan SRG sebagai instrumen modal kerja bagi petani dan UKM, sarana investasi, pendukung transaksi ekspor dan impor, legalitas dalam transaksi perdagangan dan menjadi bagian dari Kebijakan Pangan Nasional.
Kesamaan persepsi dan pemahaman mengenai kebijakan dan pelaksanaan Sistem Resi Gudang perlu senantiasa diwujudkan. Salah satu cara yang dinilai tepat adalah dengan melakukan sosialisasi kepada para stakeholders terkait mengenai kebijakan yang ditempuh pemerintah dan hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan Sistem Resi Gudang sehingga setiap pihak dapat memahami dan ikut berperan sesuai dengan bidang dan perannya masing-masing dalam mendorong implementasi Sistem Resi Gudang secara nasional. Untuk itu, sosialisasi ini merupakan salah satu langkah yang baik guna meningkatkan pemahaman secara menyeluruh mengenai Sistem Resi Gudang.
Akhir kata, kami menyampaikan apresiasi kepada semua pihak yang terus membantu pemerintah dalam mewujudkan pelaksanaan SRG yang berintegritas. Pemerintah selalu terbuka untuk bekerjasama dengan semua pihak yang memiliki niat baik dalam membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Sumber:
Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong
(Disampaikan pada acara Sosialisasi Penjaminan Kredit Usaha Rakyat, Sistem Resi Gudang, dan Lembaga Keuangan Mikrodengan tema “Meningkatkan Kepercayaan Sistem Resi Gudang Melalui Lembaga Penjaminan”yang diselenggarakan Perum Jamkrindo di Medan, 16 Juni 2016)