Harus diakui, angka angkatan kerja di tanah air terus meningkat. Sementara laju peningkatan lapangan kerja juga belum sebanding dengan jumlah tenaga kerja. Tak ayal, usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) menjadi solusinya.
Seperti diketahui saat ini ada sekitar 57 juta UMKM. Menurut data dari Kementerian Koperasi dan UKM, UMKM di tanah air pada dasarnya menyerap 97 persen tenaga kerja. Kontribusi koperasi dan UMKM terhadap pendapatan domestik bruto (PDB) Indonesia adalah 56 persen.
Sayangnya, masyarakat kini lebih banyak melirik sektor pekerjaan formal ketimbang UMKM yang nonformal. Akibatnya masih banyak pengangguran di tanah air yang masih enggan menjadi pengusaha UMKM atau istilah kerenya, entrepreneur (wirausaha).
Kini juga marak terjadi pengangguran terselubung. Istilah ini mengacu pada para lulusan lulusan perguruan tinggi dan juga pendidikan menengah atas tiap tahunnya yang belum bekerja. Para tenaga produktif yang baru lulus itu, diperhadapkan dengan kegamangan mewujudkan pekerjaan yang layak baginya.
Di sisi lain serangan tenaga kerja asing sudah tidak bisa dibendung dalam era pasar bebas Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Kebijakan kawasan ini dianggap turut mempersulit para lulusan Indonesia memperoleh pekerjaan yang layak. Selain kian sempitnya lapangan pekerjaan, upaya kaum muda untuk terjun pada kegiatan bisnis atau wirausaha terbentur dengan kewalahan mendapat akses permodalan.
Ketua Kelompok Masyarakat Konsumen Cerdas (Pokmas Cerdas), Richard Manahan Saragi menyampaikan, setiap tahunnya, lulusan Indonesia mulai dari tingkat Sekolah Menegah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Diploma I, Diploma II, Diploma III dan Sarjana, selalu kesulitan mendapatkan pekerjaan.
Jika tidak dicarikan solusi, lanjut dia, maka generasi produktif ini akan menjadi beban Negara yang akan sulit diatasi di masa depan.
“Karena itu, peran Badan Usaha Milik Negara atau BUMN, seperti Perum Jamkrindo sangat dibutuhkan untuk proaktif dan terjun langsung ke basis masyarakat, terutama segmen kaum muda, atau lulusan-lulusan muda fresh graduate agar memperoleh bantuan permodalan dan bagaimana mengatasi persoalan lapangan pekerjaan,” papar Richard Manahan di Jakarta, awal Juni lalu.
Pada dasarnya, lanjut Richard, banyak pemuda atau tenaga kerja produktif Indonesia yang baru lulus memiliki kemauan untuk terjun ke dunia bisnis dan wirausaha pasca menamatkan pendidikannya. Menurut Richard, segmen Usaha Mikro Kecil Menangah (UMKM) menjadi salah satu sasaran yang bisa digeluti oleh kaum muda. Persoalannya, akses permodalan dan minimnya informasi membuat para pemuda itu lesu darah.
“Di sini lah peran perusahaan penjaminan seperti Perum Jamkrindo sangat dinanti. Jamkrindo secara tidak langsung perlu menyasar kaum muda, terutama kaum terdidik yang baru menamatkan pendidikan untuk membangun usaha yang lebih baik, tanpa harus dihantui dengan ancaman pengangguran yang berkepanjangan,” papar dia.
Ke depan, lanjut Richard, jika kaum muda terdidik ini tidak dikembangkan, dan hanya berharap akan masuk ke sektor birokrasi dan kekuasaan, maka kesulitan demi kesulitan serta beban ekonomi bangsa ini akan kian bertumpuk.
“Saya kira, banyak BUMN yang bergerak di bidang kredit, atau permodalan yang bisa melakukan upaya nyata membangun perekonomian bangsa, lewat permodalan, pelatihan dan pengembangan kaum muda,” ujar Richard.
Karena itu, dia meminta pemerintah dan BUMN-BUMN terkait, memberikan sarana dan proaktif bagi pengembangan kalangan muda, agar tidak menjadi pengangguran.